24/06/14

DWIKI DHARMAWAN ( MAESTRO JAZZ KONTEMPORER DAN KOMPOSER INDONESIA)




          Nama Dwiki Dharmawan sudah sangat populer dikalangan musisi jazz dunia melalui grup Krakatau. Bahkan "Journal World of Music" terbitan Amerika menyatakan: “Krakatau band merupakan bagian penting dalam khazanah musik, karena dapat memadukan musik tradisional Indonesia dan musik jazz dengan pas”.

          Lahir pada tanggal 19 Agustus 1966 di Bandung. Dwiki Dharmawan adalah seorang musisi jazz, musisi kontemporer, musisi ilustrasi film, dan komposer. Ia menikah dengan Ita Purnamasari (penyanyi pop Indonesia), dan mereka dikaruniai seorang anak yaitu Muhammad Fernanda Darmawan.

Saat usia Dwiki masih 6 tahun, ia telah tertarik untuk belajar piano klasik, bahkan ketika diusia 13 tahun ia memperdalam bakat bermain jazznya dengan belajar piano pada Elfa Secioria.

Tahun 1985, saat usia Dwiki Dharmawan beranjak 18 tahun ia membentuk Krakatau Band yang personilnya adalah Donny Suhendra, Budhy Haryono, dan Pra Budi Dharma, lalu disusul dengan bergabungnya Trie Utami, Gilang Ramadhan, serta Indra Lesmana. Saat ini ketiga personil terakhir tadi sudah tidak bergabung lagi dibawah bendera Krakatau.

Krakatau Band telah mengeluarkan 8 album, yaitu: First Album (1987), Second Album (1988), album Kembali Satu (1989), album Let There Be Life (1992), album Mystical Mist (1994), album Magical Match (2000), album 2 Worlds (2006), dan album Rhythm of Reformation (2006).

Juga sebuah album solo yang dirilis Dwiki Dharmawan bejudul “Nuansa” pada tahun 2002. Di album solo ini ia bekerja sama dengan beberapa musisi kaliber dunia, diantaranya: Neil Stubenhaus, Richie Morales, Mike Stern, Mike Thompson, Lincoln Goiness, dan Ricky Lawson dari Amerika Serikat serta para musisi asal Australia seperti David Jones, Guy Strazullo, dan Steve Hunter.

Dwiki Dharmawan mulai serius memperlajari berbagai musik tradisonal tanah air pada tahun 1990. Sehingga tahun 1994 ia dan Krakatau mulai mengeluarkan album “Mystical Mist” disusul tahun 2000 album berjudul “Magical Match”, yang bernuansa jazz kontemporer (musik jazz dipadu dengan alat musik etnik) dalam kedua album tersebut. Begitu pula untuk beberapa album berikutnya.

Beberapa film layar lebar yang disutradarai oleh Garin Nugroho, juga pernah mempercayakan Dwiki Dharmawan menangani ilustrasi musik untuk film berjudul “Cinta Dalam Sepotong Roti” (berhasil meraih penghargaan untuk Penata Musik Terbaik Festival Film Indonesia 1991), film berjudul Rembulan di Ujung Dahan, dan film Rindu Kami Pada Mu.

Dalam pagelaran musik bergengsi tanah air bertajuk Megalithicum Quantum tahun 2005 di Bali dan Jakarta, Dwiki Dharmawan juga dipercayakan menjadi Co-Music Director.

Masih ditahun 1985, Dwiki Dharmawan berhasil menyabet penghargaan "The Best Keyboard Player” dalam ajang Yamaha Light Music Contents, Tokyo – Jepang. Lalu pada tahun 2000 Dwiki Dharmawan meraih penghargaan Grand Prize Winner saat ikut Asia Song Festival di Philipina.

Melalui bidang musik, Dwiki Dharmawan juga pernah terlibat dalam kegiatan sosial, seperti: tahun 2005 ia memprakarsai konser amal “Jazz For Aceh” serta diikuti oleh ratusan musisi jazz tanah air, kemudian tahun 2006 mengadakan konser “Jazz For Jogja” bersama Dewan Kesenian Jakarta dan Wartajazz.com.

Dalam organisasi seni, Dwiki Dharmawan aktif sebagai anggota komite musik pada Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), juga sebagai Ketua bidang Luar Negeri Persatuan Artis, Penata Musik, dan Pencipta Lagu Indonesia (PAPPRI).

Selain bersama Krakatau, Dwiki Dharmawan juga pernah menjalankan beberapa proyek musik pribadinya, yaitu “World Peace Orchestra” dan “Dwiki Dharmawan String Quartet Project”, yang membuatnya tampil di Midem Cannes – Perancis (tahun 2000), Sziget Festival – Hongaria (2003), Lincoln Center Out of Door Festival – New York (2004), North Sea Jazz Festival – Belanda (2005), Montreux Jazz Festival - Swiss (2005), bahkan diberbagai negara lain diantaranya: Australia, Cina, Jepang, Uni Emirat Arab, Belanda, Spanyol, Perancis, Austria, Serbia, Italia, Hongaria, Montenegro, Slovakia, Rumania, Bosnia - Herzegovina, Ceko, Mexico, Venezuela, dan diberbagai negara lainnya.

Dwiki Dharmawan juga adalah salah satu personil grup band yang diprakarsai Kamal Musallam dengan nama “Eastmania” (musisi lintas benua), dan personil lainnya adalah Billy Cobham, Kai Eckhardt, Rascha Ridzk, dan Nasser Salameh.

Album pertama berjudul “Dwiki Dharmawan World Peace Orchestra” yang merupakan proyek pribadinya, dirilis tahun 2009 yang ditangani Label Omega Pacific. Sederet musisi kelas dunia ikut mengisi albun ini, antara lain: Ivan Nestroman, Roger Burn, Steve Thornton, Walfredo Reyes, Frank Gambale, Russel Farentee, Michael Paulo, Tollak Ollestad, Marc Antoine, Jimmy Haslip, dan Dira Sugandi.

DVD berjudul “Dwiki Dharmawan and Friends live at Baked Potato Los Angeles”, dirilis tahun 2010. Video didukung oleh musisi Steve Thornton, Roger Burn, Walfredo Reyes Jr, dan Jimmy Haslip

DVD berjudul “Dwiki Dharmawan String Quartet Project mit Oliver Steger & Violet Spin”dirilis tahun 2013 dan merupakan video live saat ia tampil pada event Jazz Fest Wien 2012, di Austria.

          Sebuah lembaga musik dengan nama “Farabi” didirikan oleh Dwiki Dharmawan yang saat ini punya cabang pada beberapa kota besar tanah air. Disekolah ini para siswa diajarkan mengenai pengetahuan yang berhubungan dengan musik jazz, musik klasik, dan musik etnik (tradisional).












Baca Selanjutnya … DWIKI DHARMAWAN ( MAESTRO JAZZ KONTEMPORER DAN KOMPOSER INDONESIA)

21/06/14

TIPE X (BAND SKA ASAL JAKARTA)



          Sebelum lagu – lagu mereka masuk rekaman Mayor Label, Tipe X sudah malang melintang nge-band dan ikut berbagai ajang festival musik. Mereka dulunya hanya membawakan lagu – lagu milik orang lain, diantaranya: Mighty – Mighty Bostone ,Voodoo Glow Skull, dan Operation Ivy.

          Dibentuk tanggal 10 September 1995 dengan memakai nama grup Head Master, namun kemudian diubah jadi “Tipe X” dengan alasan sederhana agar mudah diingat. Saat ini personil Tipe X terdiri dari: Tresno Riadi (vokal), Yoss (gitar), Micky (bas), Billy (gitar), Arie Hardjo (drum), dan Anto (trombone).

Masih ditahun 1995, Tipe X sempat menjadi salah satu juara favorit Festival Musik Alternative di Menteng - Jakarta.

Akhirnya Tipe X pun memutuskan untuk mencipta lagu dan menyanyikan sendiri. Demo lagu “Frustasi” coba mereka tawarkan ke Acara Ekspresi Indosiar, dan ternyata ditayangkan. Berikutnya demo lagu “Bebas Pusing” dikirim ke Radio Prambors untuk diikutkan dalam acara Indie Lapan Radio. Hasilnya mampu bertengger di posisi lima diacara tersebut.

Tahun 1999, Tipe X masuk industri rekaman Mayor Label, setelah mencoba tawarkan 10 demo lagu ciptaan mereka kepada pihak Label Pops Musik. Album pertama Tipe X berjudul “SKA Phobia” dengan lagu andalan “Genit” yang sengaja dipilih oleh pihak Pops Musik sebagai produser. Album ini lalu dipasarkan oleh Label Aquarius Musikindo selaku dstributor.

          Saat ini Tipe X telah mengeluarkan 7 buah album, diantaranya:

- Album pertama berjudul SKA Phobia (tahun 1999),
- Album kedua berjudul Mereka Tak Pernah Mati (tahun 2001) – mendapat anugrah Triple Platinum,
- Album ketiga berjudul Super Suprise (tahun 2003) – mendapat anugrah 1 platinum,
- Album keempat berjudul Discography Hitam Putih (tahun 2005),
- Album kelima berjudul A Journey (kompilasi the best tahun 2007),
- Album keenam berjudul Festival Perasaan (tahun 2009),
- Album ketujuh berjudul Seven (tahun 2012).














Baca Selanjutnya … TIPE X (BAND SKA ASAL JAKARTA)

19/06/14

PURWACARAKA (KOMPOSER INDONESIA)



          Sejak usia 7 tahun Purwacaraka telah memiliki sebuah piano pemberian ayahnya. Ia sangat tekun mempelajari hingga piawai memainkan piano tersebut. Bahkan seorang sahabat ayahnya menawari Purwacaraka masuk untuk sekolah musik di Amerika, karena melihat kemampuannya mahir bermain piano sewaktu ia masih duduk di bangku SMP. Namun sayang tidak mendapat restu dari sang ibu.

          Purwacaraka lahir tanggal 31 Maret 1960 di Beograd, Yugoslavia. Ia adalah seorang musisi dan komposer Indonesia, dan pendiri Purwacaraka Music Studio. Menikah dengan Sri Susanti dan mereka dikaruniai tiga orang anak, masing – masing adalah Aditya Purwa Putra, Andrea Miranda Dwisanti Putri, dan Amanda Chitarra Utami Putri.

Ayah Purwacaraka adalah Kolonel (Purn.) H. Soedjono Atmotenojo - berdarah Jawa, dan ibunya Hj. Soejarni Oesoep - berdarah Sunda. Ayahnya memang sangat menyukai musik dan banyak mengoleksi piringan hitam yang dibelinya saat masih bertugas di Amerika.

Ketika Purwacaraka masih duduk dibangku SMA, ia sudah merasakan tampil bermain musik di Malaysia dan Singapura. Namun sayang orang tuanya kurang memberi dukungan bagi Purwacaraka untuk mengandalkan dunia musik buat masa depannya kelak. Sehingga lulus dari SMA Purwacaraka melanjutkan pendidikan formalnya ke Institut TeKnologi Bandung (ITB) dengan mengambil jurusan Teknik Industri.

Dimasa kuliahnya, ia tetap eksis dan sibuk bermain musik hingga sering mendapat tawaran untuk menghibur diberbagai pesta pernikahan juga reuni sekolahan. Walaupun Purwacaraka disibukkan dengan aktifitas bermusiknya, namun ia juga mampu menyelesaikan kuliahnya hingga meraih gelar Sarjana Teknik dengan indeks prestasi diatas 3 (untuk skala 4).

Beberapa event musik bergensi tanah air yang pernah ditangani oleh Purwacaraka, seperti: Live Musik Gebyar BCA di Indosiar setiap minggu, juga Revolusi Dangdut Pop dan KDI selama 11 tahun 3 bulan.

Saat ini Purwacaraka lebih fokus mengurus bisnis sekolah musiknya yang telah dijalankan selama 28 tahun dengan nama “Purwacaraka Music Studio”, dan telah memiliki 82 cabang serta 18.000 siswa di penjuru tanah air.

          Ia juga melibatkan ketiga anaknya untuk menjalankan bisnis ini, dimana Aditya membawahi Departmen Of Performing Art, lalu Andrea Miranda yang jadi penguji kemampuan para siswa, kemudian Amanda Chittara yang mengurus Devisi Merchandise.


















Baca Selanjutnya … PURWACARAKA (KOMPOSER INDONESIA)

16/06/14

ANDI RIANTO (KOMPOSER INDONESIA)


          Andi Rianto adalah seorang komposer Indonesia, arranger, dan pendiri Magenta Orchestra. Ia mulai terobsesi ingin menjadi seorang ilustrasi musik film saat seorang guru pianonya memperkenalkan padanya musik – musik ilustrasi karya John Williams.

Beberapa garapan John Williams untuk ilustrasi musik film Amerika dapat kita dengar melalui film Stars Wars, ET, Superman, dan banyak lagi.

          Andi Rianto telah mengenal dan belajar piano sejak usianya masih 4 tahun. Bahkan diusia 5 tahun, ia sudah dipercayakan untuk mengiringi teman – teman sebayanya nyanyi di TVRI yang diasuh oleh Kak Seto dan Henny Poerwonegoro kala itu.

Andi Rianto pernah belajar piano pada Baarjte Sitindjak ketika usianya masih 8 tahun. Ia juga ikut belajar di Yamaha Music Foundation pimpinan Watanabe.

Saat masih duduk di bangku SMA, ia hijrah ke New York – Amerika dan lanjut di Forest Hills School. Setelah lulus dari sekolah setingkat SMA tersebut, Andi Rianto langsung mendaftar dan memperdalam bakat musiknya ke Barklee Music di Boston – Amerika, serta mengambil jurusan Film Scoring (Ilustrasi Musik Film).

Selama kuliah di Barkelee Music, Andi Rianto sering bertemu dengan sang idolanya yaitu John Williams yang banyak memberinya pengetahuan tentang Ilustrasi Musik Film.

Andi Rianto balik ke Jakarta dia awal tahun 1998, selang beberapa lama kemudian ia ditawari oleh Titi DJ untuk menggarap musik dari “Album Bahasa Kalbu” dibawah Label Aquarius. Ternyata album ini meledak dipasaran bahkan meraih 5 penghargaan pada ajang AMI Award tahun 1999. Sejak saat itu Andi Rianto dipercayakan oleh Label Aquarius untuk menggarap musik beberapa penyanyi papan atas Indonesia, seperti: Krisdayanti, Ruth Sahanaya, Audy, Ari Lasso, Padi, Warna, serta beberapa penyanyi lainnya untuk label musik yang berbeda.

Beberapa label musik yang pernah kerjasama dengan Andi Rianto, diantaranya Aquarius, Warner, Sony Music, dan sejumlah label lainnya.

Tahun 1999 Andi Rianto berkenalan dengan Wiki dari Multivision, lalu ia ditawari untuk menggarap ilustrasi musik dari sinetron “Paji Manusia Milenium”. Dari pengalaman ini ia kembali dipercayakan menangani ilustrasi musik berbagai sinetron lain, seperti, Doa Membawa Berkah, Kemuning, juga beberapa sinetron lainnya.

Setelah sukses mengerjakan ilustrasi musik pada berbagai judul sinetron, akhirnya Andi Rianto mendapat peluang yang pertama kalinya menggarap ilustrasi musik film layar lebar tanah air. Kesempatan itu datang dari Nia Dinata yang menawarkan Andi Rianto menangani ilustrasi musik film berjudul Ca Bau Kan (CBK).

Selanjutnya Andi Rianto terus menggarap ilustrasi musik beberapa judul film layar lebar, seperti: film Arisan, Mengejar Matahari, Andai Ia Tahu, 30 Hari Mencari Cinta, Titik Hitam, Vina Bilang Cinta, Jatuh Cinta Lagi, Mendadak Dangdut, Pocong, Kuntilanak, Biarkan Bintang Menari, dan beberapa film layar lebar.

Andi Rianto pernah dua kali menjadi nominator Penata Musik Terbaik dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI), masing – masing untuk film Mendadak Dangdut (tahun 2006), dan Mengejar Mas – Mas (tahun 2007).

Suatu saat Andi Rianto mendapat tawaran dari Indra Bakrie ( pengusaha dan salah seorang pendiri Twilite Orchestra) untuk membentuk Magenta Orchestra. Tujuannya untuk lebih memperkenalkan musik orchestra dalam berbagai warna dan genre musik yaitu memadukan antara orchestra dengan pop, orchestra dengan jazz, bahkan orchestra dengan dangdut, sehingga musik orchestra mudah diterima oleh masyarakat Indonesia.

          Pada Tanggal 18 Mei 2004, Magenta Orchestra diresmikan bahkan dimeriahkan oleh sejumlah artis terkenal, seperti: Glenn, Marcel, Bebi Romeo, Ruth Sahanaya, Sheila Madjid, dan Krisdayanti.















Baca Selanjutnya … ANDI RIANTO (KOMPOSER INDONESIA)

14/06/14

BENS LEO (PENGAMAT MUSIK INDONESIA)



          Nama lengkapnya adalah Benny Hadi Utomo, namun populer dengan sebutan Bens Leo. Ia adalah seorang pengamat musik Indonesia, jurnalis, dan produser.

Bens Leo memiliki seorang istri yang namanya Pauline Endang dan mereka dikaruniai seorang anak yaitu Addo Gustaff Putra.

Bens Leo lahir tanggal 8 Agustus 1952 di Pasuruan – Jawa Timur. Sekolahnya diselesaikan hingga tinggkat SMP di Pasuruan, kemudian ia hijrah ke Jakarta dan melanjutkan sekolahnya pada tinggkat SMA.

          Bakat jurnalisnya diawali saat ia mulai aktif berkencimpung dalam tim media majalah sekolah di SMA. Diusia remajanya ketika itu, Bens Leo sudah punya angan – angan untuk kelak ikut bergabung dan bekerja di Majalah AKTUIL, yang merupakan majalah entertainment tanah air.

Tamat dari SMA, Bens Leo mencoba keberuntungan dengan mendaftarkan dirinya masuk AKABRI namun gugur. Kemudian ia berencana untuk ikut pendidikan penerbangan di Curug, sayangnya ia terlambat mendaftar sehingga rencana tersebut gagal.

Bens Leo juga pernah punya harapan untuk melanjutkan pendidikannya ke tingkat perguruan tinggi, namun niat tersebut dibatalkan karena ia tidak ingin membebani ibunya yang single parent untuk biaya kuliah. Almarhum ayahnya adalah seorang pegawai negeri.

Angan – angan yang semula ingin menjadi seorang jurnalis kembali mengusik dalam pikiran Bens Leo. Tahun 1971 ia pun kemudian nekat menjadi wartawan lepas dengan mulai menemui Tonny Koeswoyo (personil Koes Plus) ke tempat Koes Bersaudara berdomisili, yaitu di Jln. Haji Nawi, Jakarta Selatan.

Gayung bersambut, ternyata ia diterima dan mendapat waktu luang untuk mewawancarai Tonny Koeswoyo. Setelah itu ia dijanji oleh Tonny Koeswoyo agar kelak datang kembali untuk wawancara seputar sejarah perjalanan musik Koes Bersaudara, juga Bens Leo akan diajarkan tentang pengetahuan Ilmu Jurnalistik

Segera setelah selesai wawancara sesi pertama tersebut dan menyusunnya dalam sebuah artikel, ia pun mengirimnya ke redaksi Mingguan Berita Yudha Sport & Film. Seminggu kemudian karya tulis yang dibuatnya terbit pada bagian Headline dengan judul “Sejarah Koes Bersaudara”. Berangkat dari sinilah akhirnya Bens Leo mendapat keksempatan menangani rubrik Seni Budaya di Mingguan Berita Yudha Sport & Film.

Melanjutkan sesi kedua wawancaranya dengan Tonny Koeswoyo, ia kembali mendapat referensi dari personil Koes Plus tersebut untuk menemui Panjaitan Bersaudara (Panbers) d Sei Hang Tuah Raya, Kebayoran Baru – Jakarta Selatan untuk sebuah wawancara.

Hasil wawancara dari para musisi tersebut, dikirimnya ke kantor pusat Majalah AKTUIL, berlokasi di Lengkong Kecil, Bandung – Jawa Barat, dengan resmi menggunakan nama Bens Leo, dan mulai dikenal sebagai wartawan musik muda tanah air. Ia pun memilih untuk fokus menjadi penulis tetap pada Majalah AKTUIL, yang merupakan impiannya sejak semula.

Tahun 1974, Bens Leo mendapatkan kepercayaan untuk menjadi bagian dari Tim Dewan Juri Festival Lagu Pop Indonesia, dimana nantinya juara dari festival ini akan dikirim ke ajang World Popular Song Festival, di Tokyo – Jepang.

Pada tahun 1976, Bens Leo dipilih ikut mendampingi Guruh Soekarno Putra, Idris Sardi, dan Grace Simon, untuk menghadiri World Popular Song Festival di Tokyo – Jepang, sebagai satu – satunya wartawan musik tanah air mewakili Majalah AKTUIL guna meliput event bergengsi Internasional ketika itu.

Dari pengalaman di Tokyo tersebut, Bens Leo makin dipercayakan untuk kembali ikut meliput World Pop Song Festival di Tokyo – Jepang, periode 1978, 1982, dan 1984.

Desember tahun 1975 saat grup musik rock tanah air God Bless menjadi band pembuka konser Deep Purple di Gelora Bung Karno, Bens Leo juga sempat mewawancarai grup band God Bless.

Selama masih bergabung di Majalah AKTUIL, Bens Leo juga pernah membuat Cover Story dari beberapa musisi papan atas tanah air.

Ditahun yang sama Bens Leo ikut mendapat undangan mengikuti diskusi musik di TVRI seputar Konser Musik Rock di Gedung Sate.

Lomba Cipta Lagu Remaja sebagai ajang pencari bakat bagi musisi tanah air yang digelar oleh Radio Prambors sejak tahun 1977 hingga beberapa tahun berturut - turut, Bens Leo selalu dipilih menjadi salah seorang anggota Dewan Juri dari kompetisi ini.

Sejak tahun 1985 sampai 2007, Log Zhelebour selalu mempercayakan Bens Leo untuk menjadi bagian dari Dewan Juri Festival Lagu Rock Indonesia, yang kemudian ajang tersebut berganti nama Gudang Garam Rock Competition.

Bens Leo juga merupakan seorang pencari bakat untuk mengangkat musisi muda tanah air ke kancah musik Indonesia. Hal tersebut ia buktikan di tahun 1993 dengan memproduseri album perdana dari grup musik pop Kahitna berjudul Cerita Cinta.

Di tahun 2000, Bens Leo mendapat tawaran dari Maxi Gunawan (seorang pencinta musik pop Indonesia) untuk bersama menangani bisnis media cetak seputar informasi musik dengan nama News Musik. Namun ditahun 2003 bisnis ini bubar.

Beberapa event internasional yang pernah menghadirkan Bens Leo sebagai salah satu anggota juri, diantaranya:

- Tahun 2003 menjadi salah satu Tim Juri pada Kompetisi Lagu Asean di Singapura, mewakili Indonesia.

- Tahun 2005 mewakili Indonesia menjadi Tim Juri World Oriental Music Festival Sarajevo, Bosnia.

          Bens Leo juga mendapat kepercayaan sebagai salah satu anggota Tim Sosialisasi Anugrah Musik Indonesia (AMI), dan Penasehat pada SCTV Awards.










Baca Selanjutnya … BENS LEO (PENGAMAT MUSIK INDONESIA)

10/06/14

DENNY SAKRIE (PENGAMAT MUSIK)


          Sosok Denny Sakrie tentu sudah tidak asing lagi bagi pencinta musik tanah air. Ia adalah seorang pengamat musik Indonesia, penulis, penyiar radio, serta pengisi suara pada berbagai iklan radio dan televisi.

          Lahir dengan nama Hamdhan Syukrie pada tanggal 14 Juli 1963 di Ambon. Ia seorang Sarjana Ekonomi, jurusan Manejemen, Universitas Hasanuddin, Makassar – Sulawesi Selatan.

Bakat menulisnya telah terlihat sejak masih SMP, dimana pada tahun 1979 ia sudah mulai menulis artikel pada harian Pedoman Rakyat yang merupakan koran terbitan Makassar – Sulawesi Selatan.

Beberapa media terkemuka dinegeri ini pernah memuat tulisan – tulisan Denny Sakrie, seperti: Majalah Hai, Vista, Gadis, Variasi, Mode, Republika, dan Suara Pembaruan.

Ada juga daftar buku yang menjadi karya Denny Sakrie, yaitu:

- Audio Book Chrisye Masterpiece, penerbit PT. Musica Studio’s tahun 2007, dan
- “Musisiku” (sebagai penulis dan penyunting bersama Komunitas Pencinta Musik Indonesia), Penerbit Republika - tahun 2007.

Profesi Denny Sakrie didunia siaran radio diawali pada tahun 1988 saat masih menetap di Makassar, pada sebuah stasiun radio swasta yaitu Radio Madama FM Makassar (music director dan penyiar), kemudian berlanjut ke Radio Suara Irama Indah - Jakarta, lalu sebagai music Continuity Officer di Prambors Radio Network, juga Penyiar di FeMale Radio, kemudian di Radio M-97 FM (khusus memutar lagu - lagu classic rock), sementara di Woman Radio ia membawakan acara life style dengan nama Life Trax, trus pembawa acara “Galeri Musik Indonesia” di Radio Trijaya – Jakarta, pernah juga membawa acara “Musical Box” berupa acara musik yang disiarkan secara nasional ke 10 kota dalam jaringan Radio Female, dan Radio Delta FM.

Denny Sakrie bahkan merambah dunia pertelevisian tanah air dengan ikut menangani beberapa tayangan televisi, yaitu:

- Tim Pembuat SoalKuis Musik Persembahanku” di Indosiar bersama Ani Sumadi Production,
- Tim Pembuat Soal dan Tim Kreatif “Kuis Siapa Berani” yang dibawakan oleh Helmy Yahya,
- Tim Pembuat soal “Quiz Gladiator 1 Millyar”,
- Tim Pembuat Soal “Quiz Celebrity For Charity”, dan
- Tim Pembuat Soal Quiz Gosip Atu Fakta.

Denny Sakrie juga sering tampil di beberapa stasiun televisi mengomentari berbagai fenomena sejarah dan perkembangan dunia musik ditanah air dan mancanegara.

Dalam beberapa event musik bergengsi tanah air, Denny Sakrie juga ikut menjadi anggota dari tim juri pada:

- Lomba Cipta Lagu Remaja (1996 – 1997),
- Tawuran Music Levi’s (1997 – 1999),
- Lomba Vokal Group Indomaret Se-Indonesia (2006),
- Dewan Juri Kategori Anugrah Musik Indonesia (2006 – 2008),
- Lomba Cipta Lagu BNI’46 (2008),
- Java Jazz International Festival Award ((2008),
- Jazz Goes To Campus Awarding (2007 – 2009),
- Indigo Music Award Telkomsel (2009).

Didunia film, Denny Sakrie berperan sebagai Hagi Haryadi yang merupakan seorang pengamat musik band – band indie, dengan film berjudul “Garasi”, disutradarai oleh Agung Sentausa, produksi Miles Films Productions.

          Denny Sakri juga menjadi kontributor tetap beberapa majalah ditanah air, seperti: Majalah Rolling Stone Indonesi, Tempo, dan harian KOMPAS.













Baca Selanjutnya … DENNY SAKRIE (PENGAMAT MUSIK)

07/06/14

ELFA SECIORIA KOMPOSER TANAH AIR



Elfa Secioria Hasbullah atau akrab dikenal dengan Elfa Secioria, sudah mengenal dan belajar main piano diusianya yang masih liama tahun kala itu.

Ayahnya memang seorang musisi jazz dan konduktor yang berprofesi sebagai polisi militer.

Lahir dari keluarga berdarah Sunda, tanggal 20 Februari 1959 di Garut – Jawa Barat. Elfa Secioria dikenal sebagai seorang komposer sekaligus pencipta lagu Indonesia. Ia memiliki seorang istri yang namanya Vera Sylviana Yachy, dan mereka dikaruniai tiga orang anak, masing – masing: Hariza Ivan Camille, Raisa Iva Cavel dan Cesyl Athaya Fawziya.

Ketika berusia 8 tahun, Elfa Secioria sudah bergabung sebagai pemain piano disebuah grup yang namanya Trio Jazz Yunior Ivade. Diusia 11 tahun ia pernah tampil bermain musik didepan publik sambil matanya ditutup. Waktu usia 19 tahun, Elfa Secioria sudah mampu meraih delapan Grand Champion Festival padauan suara yang diadakan diluar negeri.

Ia juga banyak menimba pengalaman mengenai teori musik, membuat komposisi musik, dan belajar berbagai karakter musik melalui Kapten Anumerta F.A. Warsono, pimpinan Orkes Simfoni Angkatan Darat Bandung.

Pada tahun 1970 – 1974, Elfa Secioria belajar piano untuk Privat 1 dan 2 di Bandung. Kemudian tahun 1971 - 1978 ia mulai menekuni aransemen orkestra di Bandung.

Salah satu pengalaman bermusik jangka panjang yang dijalani Elfa Secioria, adalah saat dipercayakan oleh TVRI selama 14 tahun menjadi arranger pada acara Orkes Telerama dan Candra Kirana.

Pengalaman lainnya adalah sebagai konduktor Orkes Simfoni Yamaha, pada event bergengsi World Popular Song Festival tahun 1982 di Budokan, Tokyo – Jerpang.

Kepiawaian Elfas Secioria juga dibuktikan saat ia berhasil menyelesaikan sebanyak 17 aransemen lagu hanya dalam jangka waktu 7 jam saja dalam sebuah pesawat tahun 1983.

Beberapa penghargaan lain yang pernah diraih oleh Elfa Secioria, antara lain:

- Pengaransir Terbaik pada ASEAN Song Festival di Bangkok tahun 1982,
- The Best Arranger And The Best Song dari lagu yang dibawakan Christine Panjaitan pada ASEAN Song Festival di Manila tahun 1984.
- The Best Performer pada lagu Kugapai Hari Esok yang dibawakan Harvey Malaiholo pada Golden Kite Festival di Malaysia tahun 1984.

Grup musik Elfa’s Singer adalah hasil bentukannya dan sukses dengan 7 album yang berhasil dirilis.

Segudang nama musisi papan atas Indonesia dilahirkan oleh hasil bimbingan Elfa’s Secioria, sebut saja seperti: Andien, Yana Yulio, Sherina, Yovie (Yovie And Nuno), Hedi Yunus, Rita Effendi, Lita Zein, Agus Wisman, dan masih banyak.

Sebuah sekolah musik yang didirikannya diberi nama Elfa Music School.

Elfa Secioria wafat pada tanggal 8 Januari 2011, di Rumah Sakit Pertamina Jaya, Cempaka Putih - Jakarta.





Baca Selanjutnya … ELFA SECIORIA KOMPOSER TANAH AIR

04/06/14

IDRIS SARDI SI BIOLA MAUT



          Saat masih kecil, Idris Sardi dikenal sebagai “Anak Ajaib” karena diusianya yang masih 8 tahun ia sudah mahir memainkan biola. Dan ketika Idris Sardi telah menjadi seorang maestro biola dibidang musik komersial, ia dijuluki “Si Biola Maut”.

          Idris Sardi lahir tanggal 7 Juni 1938 di Jakarta dan wafat tanggal 28 April 2014 di Cimanggis, Depok. Ia berasal dari keluarga turunan seniman. Kakeknya merupakan seorang musisi Keraton Yogyakarta.

Nama bapaknya adalah Sardi yang juga seorang seniman biola terkenal dan seorang ilustrator. Pak Sardi demikian ayahnya dipanggil, adalah anggota tetap yang bermain biola pada Orkes RRI – Jakarta. Sementara ibunya adalah Hadidjah merupakan bintang film tanah air.

Selama hidupnya, Idris Sardi telah tiga kali menikah. Isteri pertamanya adalah Zerlita, setelah itu ia menikah dengan seorang artis tanah air yaitu Marini, namun mereka bercerai. Danterakhir  Idris Sardi menikah dengan Ratih Putri.

Dua orang anak Idris Sardi yang menjadi artis film Indonesia dari pernikahannya dengan Zerlita adalah, Santi Sardi dan Lukman Sardi.

Idris Sardi mulai belajar main biola pada ayahnya saat berusia masih 6 tahun. Kemudian diusia 8 tahun, ia diterima sebagai mahasiswa pada Akademi Musik Indonesia (AMI) Yogyakarta oleh Nicolai Vortofolomeyeff, yang merupakan seorang musisi perlarian Rusia dan saat itu memimpin Orkes Radio RRI Jakarta.

Masa kecil Idris Sardi sehari – hari lebih banyak diisi dengan kesibukannya bermain biola di RRI Yogyakarta pada pagi hari, selanjutnya mengikuti perkuliahannya di AMI pada siang hari, lalu sore harinya kembali lagi ke RRI Yogyakarta. Nyaris tidak ada waktu bagi Idris Sardi kecil untuk bermain dengan teman sebayanya ke tempat lain.

Untuk pertama kalinya di tahun 1949 ia tampil didepan publik mengikuti Konser Akademi Musik Indonesia di Gedung Negara Yogyakarta, dan mendapat sambutan yang luar biasa.

Pada tahun1952 ia masuk ke Sekolah Musik Indonesia (SMIND) Yogyakarta. Waktu itu SMIND hanya menerima siswa mulai lulusan SMP keatas, sementara Idris Sardi masih berusia 14 tahun. Ketika itu yang menjadi pemimpin orkes pada Sekolah Musik Indonesia (SMIND) tersebut adalah Nicolai Varvolomejeff, sehingga memudahkan Idris Sardi masuk menjadi siswa disekolah tersebut.

Karena kepiawaiannya bermain biola diusia yang masih kanak – kanak, maka Idris Sardi dipercayakan sebagai concerto master di SMIND. Idris Sardi bersama sahabatnya yaitu Suyono (salah satu violis terbaik SMIND saat itu) merupakan siswa yang sangat berbakat di SMIND.

Idris Sardi juga pernah belajar biola pada dua orang pemain biola asal Hongaria, yaitu George Setet ditahun 1952 – 1954 waktu masih di Yogyakarta dan Henri Tordasi tahun 1954 di Jakarta. Hongaria adalah salah satu negara yang banyak melahirkan musisi biola terkenal.

Ketika Idris Sardi berumur 16 tahun, ayahnya meninggal dunia pada tahun1953. Kemudian ia diminta untuk menggantikan posisi almarhum sang ayah sebagai violis untuk Orkes RRI Jakarta pimpinan Saiful Bahri. Mulai dari sinilah Idris Sardi sering tampil diberbagai acara kenegaraan dan di Istana Negara.

Seiring perjalanan musik Idris Sardi yang membawa nama besarnya saat itu, disisi lain keadaan ekonominya tetap pas - pasan saja. Bagaimana caranya ia bisa bermimpi ingin hidup mapan, agar segala kebutuhan apapun bisa terpenuhi, jika hanya mengandalkan musik non komersial pada era tahun 1960-an di Indonesia? Memang masih sangat sulit ketika itu.

Atas pertimbangan ini sehingga membuat Idris Sardi mengambil keputusan meninggalkan idealismenya untuk menekuni dunia musik biola yang serius Idolisme Heifetz. Ia kemudian beralih memilih bermain musik biola yang komersial Helmut Zackarias. Keputusannya ini membuat para pengamat musik bereaksi. Idris Sardi dituding sebagai bukan musisi sejati yang idealisme (pelacur musik).

Jika saat itu Idris Sardi tetap meneruskan bermain musik biola yang serius sampai ke tingkat Kelas Master melalui Jascha Heifetz atau Yahudi Menuhin, maka dipastikan ia sudah dikenal saat ini sebagai salah satu pemain biola kelas dunia yang sejajar dengan Jascha Heifetz dan Yahudi Menuhin.

Orang Indonesia pertama yang pernah belajar langsung dengan Jascha Heifetz adalah Ayke “Liem” Nursalim, adalah seorang pemain biola wanita yang terkenal ditanah air. Pada tahun 1955 diusianya yang masih 4 tahun, Ayke “Liem” Nursalim telah ikut bermain orkestra di Yogyakarta.

Beberapa musisi terkenal yang pernah menjadi guru biola Idris Sardi saat ia belajar musik di Eropa, seperti: Boomer (Jerman), Hendrick Tordasi & Frank Sabo (Hongaria), Henk Te Straake (Belanda), Keney (Inggris), dan Madanie Renee Tovanos (Prancis).

Sejak era tahun 1970-an, Idris Sardi akhirnya sudah bisa mulai merasakan hidup mapan. Berbagai prestasi dan penghargaan dari dunia musik komersial diraih Idris Sardi, seperti:

1. Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik film Pengantin Remaja pada tahun 1971,
2. Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik film Perkawinan pada tahun 1973,
3. Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik film Cinta Pertama pada tahun 1974,
4. Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik film Sesuatu Yang Indah pada tahun 1977,
5. Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik film Budak Nafsu pada tahun 1984,
6. Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik film Doea Tanda Mata pada tahun 1985,
7. Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik film Ibunda pada tahun 1986,
8. Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik film Tjoet Nja Dhien pada tahun 1988,
9. Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik film Noesa Penida pada tahun 1989, dan
10. Piala Citra untuk Penata Musik Terbaik film Kuberikan Segalanya pada tahun 1992,
11. Menerima Mahkota Penghargaan, Penghormatan, Pengabdian, Dedikasi, dan Konsistensi di Bidang Musik Indonesia pada tahun 2001 dari Sri Sultan Hamengkubuwono X.
12. Golden Maestro Award dari Yayasan Pendidikan Musik pada tahun 2002,
13. Legenda BASF Award.

Pada tahun 1966, Idris Sardi medapat tawaran untuk melatih Satuan Musik Militer Kodan X dengan murid sebanyak 700 orang, diberi pangkat Letnan Kolonel CAJ. Bahkan tahun 1997, dirinya juga ikut melatih musik untuk Kopasus.

Seorang violis papan atas Indonesia yaitu Maylaffayza Wiguna merupakan anak murid Idris Sardi.

          Pada tanggal 28 April 2014, Idris Sardi menghembuskan nafas terakhir di RumahSakit Meilia, Cibubur, karena telah lama menderita liver dan sakit pada bagian lambung.









Baca Selanjutnya … IDRIS SARDI SI BIOLA MAUT

02/06/14

ERWIN GUTAWA SANG KOMPONIS TANAH AIR



          Erwin Gutawa adalah seorang konduktor, komponis, penata musik, , bintang film, dan basis. Lahir di Jakarta, tanggal 16 Mei 1962. Nama ayahnya adalah Gutawa Sumapraja dan ibunya Sariati Kodiat, dan mereka berasal dari keluarga berdarah Sunda.

Pernikahan Erwin Gutawa bersama Lutfi Andriani dikaruniai dua orang anak, yaitu Aluna Sagita (Gita Gutawa / musisi) dan Aura Aria (Rara Gutawa).

          Saat masih duduk di kelas empat SD, Erwin Gutawa sudah ikut les piano selama dua tahun. Dikelas enam SD ia bergabung sebagai basis pada sebuah band amatir.

Erwin Gutawa adalah seorang alumnus Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur dari Universitas Indonesia.

Sebelum menekuni secara serius dibidang musik, Erwin Gutawa terjun kedunia layar lebar diera tahun 1970-an dan membintangi sederet judul film, diantaranya: Sebatang Kara, Fajar menyingsing, Jangan Kau Tangisi, Permata Bunda.

Pada tahun 1980, Erwin Gutawa bergabung bersama grup band TRANS pimpinan Fariz RM, lalu ditahun yang sama ia bergabung lagi sebagai basis pada acara Orkes Telerama pimpinan Isbandi, yang tayang setiap minggu di TVRI.

Dari almarhum Isbandi-lah, sehingga Erwin Gutawa banyak dapat pengalaman untuk belajar mengaransemen lagu – lagu untuk musik orkestra.

Kemudian bergabung lagi bersama Grup Band Karimata pada tahun 1985 – 1993. Dan sejak tahun 1993 ia membentuk Erwin Gutawa Orkestra.

Beberapa konser musik bergengsi dari musisi papan atas Indonesia pernah ditangani langsung oleh Erwin Gutawa sebagai penata musiknya, diantaranya: Kris Dayanti, Ruth Sahanaya, Chrisye, Harvey Malaiholo, bahkan penyanyi asal Malaysia - Siti Nurhaliza.

Prestasi dan penghargaan yang pernah diraih oleh Erwin Gutawa, seperti:

- Tahun 1989 menjadi Penata Musik Terbaik versi BASF,
- Tahun 1992 menjadi Penata Musik Terbaik Midnight Sun Song Festival Findlandia,
- Tahun 1997 – 1998 menjadi Penata Musik dan Produser Terbaik AMI untuk Album Kala  CintaMenggoda,
- Tahun 2000 menjadi Penata Musik Terbaik AMI Album Badai Pasti Berlalu,
- Tahun 2001 menjadi Penata Musik Terbaik AMI untuk Album Instrumentalia,
- Tahun 2001 menjadi Penata Musik Terbaik AMI untuk Lagu Biarlah Menjadi Kenangan,
- Tahun 2001 menjadi Penata Musik Terbaik versi Majalah News.

          Berikut diskografi Erwin Gutawa, antara lain:
- Orkestra – 2000
- Erwin Gutawa Orchestra dalam A Masterpiece Of Erwin Gutawa 2011
- Salute to Koes Plus/Bersaudara
- Rockestra.









Baca Selanjutnya … ERWIN GUTAWA SANG KOMPONIS TANAH AIR